|
|
|
10 November merupakan salah satu dari hari bersejarah yang sangat penting
dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejak lebih dari setengah abad yang lalu,
tanggal 10 November telah dinyatakan oleh bangsa kita sebagai Hari Pahlawan.
Di zaman Sukarno-Hatta, hari itu diperingati secara nasional sebagai Hari
Besar yang dirayakan secara khidmat, dan dengan rasa kebanggaan yang besar.
Peringatan Hari Pahlawan merupakan kesempatan bagi seluruh bangsa, bukan
saja untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan para pejuang yang tak
terhitung jumlahnya demi memperjuangkan tegaknya Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Peringatan Hari Pahlawan 10
November juga telah merupakan kesempatan yang baik untuk selalu memupuk rasa
kesadaran bangsa.
Saat ini, dalam tahun 2001, ketika negara dan bangsa kita memasuki
periode baru yang penuh dengan berbagai masalah dan krisis, ada baiknya kita
mengenang dan merenungi kembali arti Hari Pahlawan 10 November. Dengan
begitu, kita akan ingat kembali bahwa Republik Indonesia yang sekarang ini
adalah hasil perjuangan dalam jangka waktu yang lama dari banyak orang yang
terdiri dari berbagai suku, agama, keturunan ras, dan berbagai macam
pandangan politik. Dengan merenungkan, secara dalam-dalam, berbagai tahap
perjuangan bangsa itu, maka akan makin jelaslah kiranya bagi kita semua,
bahwa Republik Indonesia ini adalah benar-benar milik kita bersama.
Perjalanan Jauh Bangsa Indonesia
Dalam mengenang arti Hari Pahlawan 10 November sudah sepantasnya kita
memandang peristiwa itu sebagai tahap yang penting dalam long march
(perjalanan jauh) bangsa kita. Dan alangkah panjangnya, atau jauhnya, long
march yang harus ditempuh oleh bangsa kita, untuk melahirkan dan
memperjuangkan negara Republik Indonesia. Long march ini telah secara nyata
dimulai, antara lain, dengan lahirnya Budi Utomo (Surabaya, 20 Mei 1908, yang
saat ini dirayakan sebagai Hari Kebangkitan Nasional), lahirnya Sarekat Islam
(Surabaya, 1912), Indische Partij (Bandung, 1912), Muhammadiyah (Yogya 1912),
PKI (Semarang, 1920), Perhimpunan Indonesia (di negeri Belanda, 1922),
pemberontakan PKI (Jawa Tengah dan Sumatera Barat, 1926), lahirnya PNI
(1927).
Dalam barisan panjang long march bangsa ini, patut kita catat juga ikut
sertanya berbagai gerakan seperti Jong Java (1918), yang disemarakkan pula
oleh lahirnya Jong Sumatra, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Indonesia
(Bandung, 1927), yang kemudian mencapai puncaknya dengan lahirnya Sumpah
Pemuda (1928). Bagian-bagian lainnya dalam barisan long march bangsa, yang
tidak bisa dilupakan juga, adalah kelahiran Parindra, Gerindo, Partindo,
Pusat Tenaga Rakyat (1943, yang dipimpin oleh 4 serangkai Sukarno-Hatta-Ki
Hadjar Dewantara-Kyai Haji Mas Mansur), kelahiran Pembela Tanah Air (PETA)
tahun 1943, dan Barisan Pelopor (1944, yang dipimpin oleh Sukarno).
Latar Belakang Sejarah
Pada tanggal 1 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di pulau Jawa, dan
pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal
8 Maret. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang. Dengan dijatuhkannya bom
atom di Jepang (Hiroshima dan Nagasaki) dalam bulan Agustus 1945 oleh Amerika
Serikat, maka pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah tanpa syarat
kepada Sekutu.
Selama pendudukan Jepang, di tengah-tengah penderitaan rakyat yang disebabkan
oleh pendudukan tentara Jepang dan perang, di kalangan banyak golongan lahir
semangat anti-Barat atau anti-kolonialisme, di samping perasaan anti-Jepang
(terutama menjelang tahun 1945). Dalam rangka persiapan untuk menghadapi
segala kemungkinan menghadapi Sekutu, pemerintah Jepang telah menggunakan
berbagai cara dan akal untuk merangkul rakyat Indonesia, untuk menghadapi
Sekutu. Peta (Pembela Tanah Air) telah dibentuk, dan Jepang juga menjanjikan
kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin Indonesia (antara lain
Sukarno, Hatta dll) telah menggunakan berbagai kesempatan waktu itu untuk
menyusun kekuatan, demi cita-cita untuk kemerdekaan bangsa.
Dengan kekalahan Jepang menghadapi Sekutu, maka kemerdekaan bangsa
Indonesia telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus, yaitu ketika pasukan
pendudukan Jepang masih belum dilucuti oleh Sekutu. Sejak itulah terjadi
berbagai gerakan rakyat untuk melucuti senjata pasukan Jepang, sehingga
terjadi pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika
gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September
1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta dan pada tanggal 25 Oktober
mendarat di Surabaya. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan
dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan
para tawanan yang ditahan Jepang, dan memulangkan tentara Jepang ke
negerinya. Tetapi, di samping itu, tentara Inggris juga memeliki tujuan
rahasia untuk mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai
jajahannya.
Perkembangan sejak mendaratnya tentara Inngris di berbagai daerah di
Indonesia menunjukkan bahwa kehadirannya (atas nama Sekutu) itu telah
diboncengi oleh rencana pihak Belanda untuk menjajah kembali Indonesia.
Tentara Inggris (Sekutu) yang datang ke Indonesia juga mengikutkan NICA
(Netherlands Indies Civil Adminsitration). Kenyataan inilah yang meledakkan
kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana. Di Surabaya, dikibarkannya bendera
Belanda Merah-Putih-Biru di hotel Yamato telah melahirkan Insiden
Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata
antara pasukan Inggris dengan beraneka-ragam badan perjuangan yang dibentuk
oleh rakyat. Singkatnya, bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara
Inggris di Surabaya, makin memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal
Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada tanggal 30 Oktober.
Karena terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby itu, maka penggantinya
(Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan
bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa
semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan
meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan
mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6 pagi tanggal 10
November 1945.
Serangan Besar 10 November
Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia
waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara
Keamanan Rakyat sebagai alat negara juga telah dibentuk. Di samping itu,
banyak sekali organisasi-organisasi perjuangan telah dilahirkan oleh
beraneka-ragam golongan dalam masyarakat, termasuk di kalangan pemuda,
mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi
tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan
Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang
memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).
Pada tanggal 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan
besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu,
50 pesawat terbang dan sejumlah besar kapal perang. Berbagai bagian kota
Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut
dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih
banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar
di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.
Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa
ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern
yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank dan kendaraan
lapis baja yang cukup banyak. Rupanya, Tentara Keamanan Rakyat (yang kemudian
menjadi TNI) dianggap enteng, apalagi badan-badan perjuangan bersenjata
(laskar-laskar dll) yang banyak dibentuk oleh rakyat. Tetapi, diluar dugaan
Inggris, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke
hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada
permulaannya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari
makin teratur. Ternyata, pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai
sebulan, sebelum seluruh kota jatuh ditangan pihak Inggris.
Keagungan Arti 10 November
Kebesaran arti pertempuran Surabaya, yang kemudian dikukuhkan sebagai
Hari Pahlawan, bukanlah hanya karena begitu banyaknya pahlawan - baik yang
dikenal maupun tidak di kenal yang telah mengorbankan diri demi Republik
Indonesia. Bukan pula hanya karena lamanya pertempuran secara besar-besaran
dan besarnya kekuatan lawan. Di samping itu semua, kebesaran arti pertempuran
Surabaya juga terletak pada peran dan pengaruhnya, bagi jalannya revolusi
waktu itu. Pertempuran Surabaya telah dapat menggerakkan rakyat banyak untuk
ikut serta, baik secara aktif maupun pasif, dalam perjuangan melawan musuh
bersama waktu itu, yaitu tentara Inggris yang melindungi (menyelundupkan)
NICA ke wilayah Indonesia.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar